skip to Main Content
Kiat Bagi Pelaku Startup Teknologi Menggarap Pasar Muslim Di Indonesia

Kiat bagi Pelaku Startup Teknologi Menggarap Pasar Muslim di Indonesia

Ekonomi halal merupakan salah satu pasar dengan peluang yang terus mengalami perkembangan di Indonesia. Dengan populasi muslimnya yang mencapai sekitar 219 juta jiwa (data 2017), Indonesia terus berkembang menjadi pasar muslim potensial di Asia Tenggara, selain Malaysia dan Brunei Darussalam.

Menurut laporan perusahaan riset Thomson Reuters yang dipublikasikan oleh DinarStandard pada Oktober 2018 lalu, masyarakat muslim Indonesia sedikitnya telah membelanjakan uang dengan total mencapai US$218 miliar (sekitar Rp2,9 kuardriliun) di seluruh sektor ekonomi halal pada 2017 lalu. Meski lebih kecil dibanding Malaysia, namun peringkat Indonesia dalam daftar negara ekonomi Islam global tahun lalu mengalami peningkatan ke urutan sepuluh, menyalip Brunei Darussalam.

Beberapa waktu belakangan, fokus terhadap pasar ini telah dilirik banyak pemain. Mereka ingin menangani proporsi ekonomi halal di beberapa kategori tertentu, seperti fesyen, pariwisata, makanan, produk finansial, dan kosmetik. Lantas, pendekatan apa yang bisa dilakukan oleh para pemain baru untuk bisa terjun ke sana?

Lakukan pendekatan komunitas

Hijabers Illustration

Salah satu sektor yang sudah tergarap di Indonesia sejak beberapa tahun silam adalah pasar fesyen busana muslim. Pasar tersebut kini telah digeluti beberapa startup pemain seperti HIJUP, Muslimarket, Hijabenka, dan lain-lain.

Belajar dari pengalaman startup semacam ini, pendekatan lewat komunitas dianggap sebagai salah satu cara ideal untuk mendekati pasar muslim di Indonesia, terutama pada sektor fesyen yang sedikit banyak terpengaruh oleh model pemasaran dari mulut ke mulut.

Di samping itu, komunitas sebagai kanal pemasaran pasar muslim di Indonesia bisa dimanfaatkan untuk menemukan endorser atau influencer sesuai karakteristik brand atau produk yang diusung pemasar.

Perlunya pendekatan komunitas dirasakan Pramadita Tasmaya, CEO & Founder Muslimarket pada sesi paneling Konferensi Tech in Asia 2018 kemarin. Dari pengalamannya mendirikan Muslimarket selama hampir tiga tahun, Pramadita menjelaskan bahwa pendekatan semacam ini bisa menjadi cara startup mulai berkembang memasuki pasar muslim dari bawah.

“Kita melihat perkembangan komunitas semakin berkembang besar dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, Muslimarket mencoba memperlakukan komunitas sebagai kunci untuk memasuki pasar muslim,” ungkap pria yang akrab dengan panggilan nama Riel ini.

Tanpa keterlibatan dari para pelaku bisnis pun, komunitas yang berhubungan dengan konsumen muslim seperti komunitas fesyen hijab, makanan halal, keperluan ibadah, dan lain-lain, sebenarnya telah berkembang dengan sendirinya di Indonesia. Hal ini akibat keterikatan emosional yang terjalin dari dalam komunitas, sehingga bisa menjadi cara efektif untuk mulai memperkenalkan produk atau brand.

“Salah satu karakter yang bisa kita tarik dari konsumen pasar muslim di Indonesia adalah faktor keterikatan emosional yang terjalin dalam komunitas mereka. Ini bisa kita manfaatkan untuk keperluan pemasaran.”

Dengan mindset tersebut, Muslimarket memulai beragam pendekatan komunitas untuk memasarkan aneka produk yang dijual di layanan marketplace online mereka. Beberapa komunitas yang disasar antara lain komunitas hijab dan entrepreneur muslim.

Berikan value proposition lain dalam kegiatan ibadah

Selain pendekatan komunitas maupun influencer, segmen pasar muslim juga bisa digarap melalui pemberian nilai tambah atau value proposition lain yang diselipkan ke dalam kegiatan beribadah umat Islam.

Contoh yang bisa diberikan untuk model pendekatan semacam ini adalah strategi penawaran paket perjalanan umrah beserta traveling yang telah dilakukan para penyelenggara perjalanan ibadah di Indonesia. Beberapa startup seperti PergiUmroh, Ihram Asia, dan lain-lain kerap menawarkan produk semacam ini untuk menarik segmen pasar muslim dari sektor traveler.

Menurut CEO PergiUmroh, Faried Ismunandar, kecenderungan konsumen umrah yang tertarik menggabungkan kegiatan ziarahnya dengan aktivitas leisure sudah menjadi hal lumrah. Oleh karena itu, pihaknya sebagai pelaku bisnis hanya perlu menawarkan variasi dari value proposition yang berbeda dengan kompetitor, mulai dari kemasan paket, sisi penawaran harga, destinasi tujuan, dan lain-lain.

Muslim Pro Indonesia

Karakteristik konsumen umrah yang rata-rata berasal dari kelas menengah ini membuat Indonesia berada pada peringkat empat untuk negara konsumen kategori travel pasar muslim menurut laporan Thomson Reuters.

Kiat seperti apa lagi yang bisa dilakukan untuk memberikan value proposition lain di luar segmen travel pada konsumen pasar muslim di Indonesia? Berikut beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan:

  • Zakat sekaligus penawaran investasi dalam koridor syariat Islam,
  • Pembelian produk yang sebagian hasil penjualannya dimanfaatkan kepada kaum duafa,
  • Produk fintech yang diasosiasikan kepada kebutuhan umat, dan
  • Kombinasi layanan lain sebagainya.

Upayakan kolaborasi bisnis

Sumber: Undraw.co

Meski kompetisi menjadi hal yang tak terelakkan dalam kegiatan bisnis, namun untuk bisa memaksimalkan potensi di ceruk pasar muslim setidaknya diperlukan kolaborasi aktif dari beberapa pelakunya. Hal ini perlu dilakukan untuk mendorong terciptanya ekosistem bisnis yang mampu menopang perkembangan pasar muslim, terutama untuk melampaui tantangan yang dialami pelaku bisnis saat ini.

Menurut CEO HIJUP Diajeng Lestari, saat ini yang diperlukan pelaku bisnis pasar muslim Indonesia adalah konsolidasi pemain lokal untuk saling melengkapi kebutuhan satu sama lain. Hal ini dimaksudkan agar Indonesia tidak hanya menjadi distributor dan target konsumsi layanan produk halal saja, tetapi juga menjadi pihak produsen dari produk itu sendiri.

“Kita membicarakan pasar muslim atau pasar halal sebagai satu entitas market yang besar di sini. Karena itu kita perlu mempertimbangkan ekosistem kolaboratif yang melibatkan beberapa pihak mulai dari fesyen, travel dan lain-lain.”

Senada dengan Diajeng, Pramadita selaku CEO Muslimarket juga menekankan perlunya manfaat kerja sama semacam ini guna memberikan manfaat kelipatan (multiplier) yang semakin positif di masa mendatang. Untuk itu, ia berharap ke depannya Indonesia memiliki agenda aktivasi pasar muslim (bisa jadi semacam konferensi bisnis muslim lokal) yang konkret agar potensinya semakin diakui oleh di kancah internasional.

(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

This post Kiat bagi Pelaku Startup Teknologi Menggarap Pasar Muslim di Indonesia appeared first on Tech in Asia.

The post Kiat bagi Pelaku Startup Teknologi Menggarap Pasar Muslim di Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Source: TechinAsia

Back To Top