skip to Main Content

[Opini] Mereka yang Bantu Bangun Startup Namun Sering Terlupakan di Pitch Deck

Membangun startup tak hanya sulit; ini mungkin menjadi hal tersulit yang pernah kamu lakukan dalam hidupmu.

Saat startup saya masih di tahap awal, seorang mentor mengajarkan bahwa startup tumbuh berkat rasa takut. Saya tak menghiraukan perkataannya, hingga suatu hari kami terperosok. Kami berusaha sekuat tenaga untuk bertahan dan tumbuh setiap harinya.

Untuk membantu para pendiri startup, saya ingin menulis artikel tentang bagaimana mempersiapkan diri secara finansial, fisik, dan yang tak kalah penting, emosional. Hal ini berarti begitu dalam bagi saya. Saya telah melihat sangat banyak orang sakit hati dan lelah secara mental selama bertahun-tahun menjadi investor. Jadi, saya pikir, topik ini cukup penting untuk dibahas.

Yang membuat saya dan segenap tim bisa melewati masa-masa sulit membangun startup adalah dukungan dari orang-orang terkasih di hidup kami. Jadi, saya ingin membahas hal ini lebih dulu.

Mereka yang di belakang layar

Masih lekat dalam ingatan saya ketika orang tua saya — dan co-founder lainnya — begitu sabar mendukung kami semua. Saya juga masih ingat bagaimana Yingzhi, kekasih CEO kami Royston (yang kini sudah menjadi istrinya), turut serta mengerjakan desain saat kami tak punya uang untuk merekrut desainer. Sungguh, cinta merekalah yang membuat kami bisa bertahan.

Merekalah sosok di belakang layar yang tak pernah kami sebutkan saat startup akhirnya melakukan exit atau meraih putaran pendanaan berikutnya. Mereka hampir tak pernah muncul di siaran pers: Mereka adalah orang-orang yang patut kami hargai.

Mereka tak pernah berhenti menyemangati dari sisi lapangan saat kami berjuang melewati berbagai rintangan yang tampaknya mustahil. Mereka adalah orang-orang pertama yang percaya pada kami.

Orang-orang seperti Mackenzie Scott, mantan istri maestro teknologi Jeff Bezos, sempat diperlakukan tidak adil di media. Ia menerima seperempat dari saham Amazon dari penyelesaian perceraian mereka. Padahal, Scott yang mendukung Bezos membangun Amazon dari awal.

Mereka memiliki empat orang anak dan Scott-lah yang mengurus keluarganya agar Bezos bisa membangun perusahaan e-commerce terbesar di dunia. Ia memang pantas menerima bagiannya (bahkan mungkin ia berhak menerima lebih).

Memulai percakapan

Jika kamu berpikir untuk membangun startup, saya sangat menyarankan agar berdiskusi dengan orang-orang yang kamu kasihi dan pasanganmu. Ini akan mempersiapkan mereka untuk berbagai kemungkinan di masa mendatang. Pastikan pula co-founder kamu juga melakukannya.

Kesuksesan startup justru sering kali membawa kerugian besar untuk kita. Saya berusaha untuk mengingatkan orang-orang bahwa kesuksesan tidak berarti apa pun bila keluarga berantakan.

Namun, bila kamu yakin ingin memanfaatkan kesempatan yang ada untuk membangun startup, kamu harus benar-benar mempersiapkan segalanya.

Membangun startup adalah hal yang sulit bagi orang-orang di sekitarmu. Proses ini pasti akan mengambil waktumu dari mereka dan mereka harus siap mental menghadapi hal ini.

Jangan memberi harapan palsu tentang masa depan kepada mereka. Meski kita sudah berjuang susah payah, kenyataan pahit dan menyedihkan yang banyak dialami startup adalah tidak berhasil exit. Di Asia Tenggara saja, sebanyak 98,09 persen startup di kawasan ini berjalan tanpa exit. Angka ini lebih tinggi bila kamu tidak tinggal di Singapura atau Jakarta.

Orang-orang di sekitarmu perlu memahami kemungkinan ini dan berdamai dengan kenyataan. Hal ini bisa membantu kamu membuat perkiraan waktu yang sesuai dengan target kesuksesan yang ingin dicapai (misalnya, meraih pendanaan seri B atau mendapat beberapa penawaran akuisisi pertama).

Siapkan pula skenario lain jika kamu terpaksa harus memperpanjang waktu. Berusahalah semaksimal mungkin untuk meraih pencapaianmu. Jadi, kamu bisa bertanggung jawab pada keluarga, sama halnya kamu bertanggung jawab pada investormu di masa depan.

Bagian sulit

Rencana hidup mereka yang kamu sayangi akan dipengaruhi oleh keputusanmu untuk membangun startup. Jadi, kamu perlu menyesuaikan rencanamu dengan rencana mereka.

Jika kamu belum berkeluarga, penting untuk mulai mendiskusikan hal ini, karena startup kamu kemungkinan besar akan menjadi “bayi pertama” kamu. Pasanganmu harus mendukung sepenuhnya. Jika tidak, perjuanganmu mencapai kesuksesan akan terhambat, tak peduli seberapa besar keyakinanmu pada diri sendiri.

Mengutip pepatah Afrika, seluruh masyarakat harus berinteraksi dengan anak-anak supaya anak-anak bisa tumbuh dan berkembang di lingkungan yang sehat dan aman. Dalam kasus ini, butuh segenap keluarga untuk mendukung startup mencapai kesuksesannya.

Jika kamu sudah berkeluarga, kamu harus membicarakan hal penting ini. Diskusikan bagaimana kamu bisa mengerjakan berbagai tanggung jawab dan tetap meluangkan waktu untuk mereka. Kamu harus benar-benar bisa disiplin mengatur waktumu. Jangan melewatkan momen berharga kelulusan anakmu demi sebuah sales pitch. (Tapi jangan katakan hal ini ke investormu ya!)

Pasanganmu harus bisa memahami bahwa kamu bekerja untuk sebuah ekuitas dan kompensasi di masa depan. Itu sebabnya, berharap mendapat gaji besar setiap bulan adalah hal yang tak mungkin dilakukan, utamanya bila kamu sedang menggalang dana dari investor ternama. Setiap rupiah yang kamu keluarkan untuk menggaji dirimu sebenarnya bisa digunakan untuk berinvestasi agar perusahaanmu semakin besar.

Jika latar belakang finansialmu tidak terlalu mapan, beban ekonomi ini tentunya akan berpindah ke pasanganmu. Mereka harus memikirkan karier dan, yang tak kalah penting, mencari pemasukan tambahan lewat promosi atau mencari pekerjaan sampingan.

Kamu dan pasangan harus membuat anggaran pengeluaran. Saran saya, jangan pernah perhitungan dengan asuransi kesehatan. Saya tak bisa menekankan hal ini lebih jauh lagi: hidup sulit diprediksi, dan dari waktu ke waktu, kamu akan terkaget-kaget dengan berbagai “kejutan” dalam hidup.

Jika kamu tak punya asuransi, berdiskusilah dengan agen asuransi terpercaya dan pastikan keluargamu memiliki asuransi. Ini akan melindungi mereka dari berbagai “kejutan” yang tidak mengenakkan.

Saya juga sangat menyarankan agar kamu dan pasanganmu berkonsultasi dengan perencana keuangan independen untuk membahas tujuan keuangan bersama, serta bagaimana kamu bisa mencapai tujuan tersebut meski sedang membangun startup.

Hikmah dari semua ini adalah (khususnya bagi kamu yang belum menikah) bila pasanganmu tetap mendukung segala kegilaanmu, artinya dia adalah pasangan yang setia.

Sorotan

Segala pelajaran yang saya bagikan di atas berasal dari pengalaman saya yang terbatas. Saya ingin mengarahkan sorotan kepada mereka yang mendukung saya sejak awal. Mereka adalah teman-teman saya yang telah atau sedang mendukung pasangan mereka membangun startup impiannya. Saya harap kisah mereka bisa menginspirasi kamu dan pasanganmu saat membangun mimpi-mimpi ini.

Startup 1: Jianfeng dan istri. Jianfeng adalah co-founder Wiz AI. Sebelumnya, startup miliknya diakuisisi perusahaan keamanan siber asal Cina Qihoo 360.

Startup 2: Bram dan Jennifer. Bram adalah co-founder platform peer-to-peer lending Taralite, yang diakuisisi OVO.

Startup 3: Guillem, CEO HappyFresh, dan istrinya.

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan di dalam Bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Septa Mellina sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Ancha Hardiansya)

Source: TechinAsia

Back To Top