Panduan Singkat Jika Hendak Menerapkan OKR di Perusahaan Startup
Bicara soal sistem manajemen pencapaian atau gol sebuah perusahaan maupun startup, tentunya tidak asing dengan istilah Key Performance Indicator (KPI) serta Objective Key Result atau yang populer dengan sebutan OKR.
Belakangan OKR menjadi model yang menarik perhatian banyak pihak, terlebih setelah perusahaan teknologi besar di Indonesia seperti Gojek diketahui telah mengadopsi sistem penilaian ini ke dalam organisasi mereka.
Sejarah OKR bisa dirunut ke belakang pada tahun 1954, ketika Peter Drucker menyusun sebuah sistem bernama Management by Objectives atau (MBO). Model ini kemudian dikembangkan hingga menjadi sistem OKR yang kemudian dipopulerkan oleh Google dan masih terus digunakan oleh raksasa internet tersebut hingga saat ini.
Sistem OKR dipilih untuk memecah kerumitan sistem ketergantungan leadership sehingga diperlukan alternatif lain yang sifatnya lebih “kreatif” dan transparan. Tujuan penggunaan OKR bisa dirumuskan dalam beberapa hal seperti berikut ini:
- Memetakan progres masing-masing anggota tim guna memastikan mereka sesuai objektif yang ditentukan.
- Memprioritaskan fokus yang jelas untuk gol di setiap kuartal
- Menjalin komunikasi yang lebih efisien dengan anggota tim
- Mendorong transparansi dalam kultur perusahaan
Meski demikian, keputusan mengadopsi OKR bukan berarti solusi total bagi kebutuhan penentuan gol sebuah perusahaan modern (maupun digital). Di samping itu, perlu diperhatikan juga bahwa OKR adalah “jalan” untuk menentukan set gol yang hendak diraih, bukan sistem untuk mengevaluasi kinerja karyawan atau individual.
Pemahaman ini juga yang ditekankan oleh Mulyadi Oey, pakar manajemen produk yang pernah meniti karier di Silicon Valley dan kini tengah mendirikan layanan coaching bernama Product Narrative.
Bagi pria yang akrab disapa dengan panggilan nama Mas Mul ini, pengadopsian OKR adalah hal yang menarik untuk dicoba. Namun ada juga beberapa aspek yang perlu diperhatikan agar penerapannya bisa berjalan sesuai tujuan.
Apa saja aspek tersebut? Berikut beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam penerapan OKR di sebuah organisasi perusahaan maupun startup digital.
Mulai dengan ukuran tim kecil dan Objective yang jelas
Christina Wodtke dalam bukunya ‘Radical Focus’ menuliskan adanya kecenderungan perusahaan akan gagal ketika hendak pertama kali mencoba menerapkan OKR dalam lingkungan organisasi mereka. Untuk menghindari kecenderungan ini, Mulyadi menekankan pentingnya pemahaman konsep secara bersama di awal, yakni perumusan dan perencanaan berbasis outcome yang baik.
Menulis objective dan hasil key result dalam OKR bisa jadi hal yang rumit, namun jangan biarkan hal itu menjadi halangan untuk menerapkan sistem ini ke dalam organisasi perusahaan. Oleh karena itu sebelum menerapkan sistem OKR, ada baiknya kamu mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:
- Berikan objective yang jelas (dan boleh ambisius): penerapan OKR bisa dilakukan lebih mulus lewat pengerjaan sebuah proyek yang detailnya dibuat sederhana, singkat dan mudah dihafal seperti: raih sekian ribu pageview dalam sekian minggu.
- Mulai dengan satu OKR terlebih dahulu: berikan tim keleluasan mengatur strategi bagaimana cara mereka untuk mencapainya. Sebagai langkah awal, ada baiknya untuk memulai satu OKR terlebih dahulu bagi perusahaan.
- Ukuran tim yang mengadopsi OKR untuk pertama kali: perintahkan satu tim mengadopsi OKR terlebih dahulu sebelum kamu mulai menerapkannya ke seluruh organisasi perusahaan. Pilihlah tim independen yang memiliki kompetensi untuk mencapai tujuan mereka dengan baik, agar nantinya bisa dijadikan sebagai role-model jika penerapan OKR bagi tim lainnya.
- Pastikan anggota leader tim bersedia mengadopsinya: karena jika tidak, maka hal ini bisa menjadi kendala bagi penerapan OKR secara keseluruhan.
Jangan menganggap OKR sebagai pengganti KPI
Melihat sederet contoh kasus keberhasilan penerapan OKR oleh korporasi besar di luar sana, perusahaanmu mungkin tergoda untuk menerapkan sistem serupa dan menanggalkan sistem KPI dengan alasan “efisiensi demi mencapai keberhasilan yang sama seperti Google, Gojek, dan lainnya”.
Alasan semacam itu tidak salah sebenarnya, namun perlu diingat bahwa OKR sebetulnya adalah komplementer KPI, bukan substitusi yang lantas menggantikan sistem ini secara keseluruhan.
Apa yang dikerjakan dalam penyusunan metrik key result adalah bagian dari model KPI, hanya saja diambil dari proses penentuan objective sebelumnya yang kini ditentukan bersama masing-masing leader.
Bagi sebagian orang yang sudah terlalu sering berhadapan dengan KPI dan merasa nyaman dengan itu, tentunya OKR adalah hal yang baru baginya. Tidak sedikit pula yang baru mencoba OKR lalu menemukan problematika tersendiri seperti kesulitan mengkuantitatifkan hal yang kualitatif dari sistem sebelumnya dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Berikan kesempatan untuk melihat hasilnya
Mengadopsi OKR bukan berarti bisa merasakan manfaat dalam hitungan singkat. Umumnya dibutuhkan waktu beberapa minggu, kwartal, bahkan hingga satu tahun untuk benar-benar merasakan dampak yang diberikan oleh sistem ini.
Berdasarkan pengalamannya memberikan coaching OKR selama ini, Mulyadi menjelaskan manfaat dari pengadopsian OKR umumnya dirasakan dalam jangka waktu delapan hingga 12 minggu.
Menurut Mulyadi, manfaat sederhana yang dapat dilihat antara lain keyakinan peserta OKR terhadap pekerjaannya yang sesuai dengan gol tim. Selain itu evaluasi meeting yang berjalan terus menerus juga dapat mengembangkan anggota tim yang belum siap agar bisa berkembang menjadi lebih baik.
“Manfaat-manfaat ini jika dirasakan dalam delapan sampai 12 minggu, bisa menjadi indikasi positif bahwa adopsi OKR sudah menuju arah yang benar,” ungkap Mul.
Jangan terburu-buru memilih tools OKR apa yang mau dipakai
OKR merupakan sebuah framework yang sifatnya open. Tidak ada biaya yang menyangkut dengan penerapan OKR. Ini artinya semua orang bisa mengadopsi sistem ini sesuai kebutuhan tanpa harus mengandalkan tool tertentu yang tersedia di pasaran.
Secara teori, mengadopsi OKR bisa digambarkan dengan ringkas dalam lima langkah yakni:
- Mendeskripsikan tujuan atau objective
- Menentukan hasil utama key result
- Menyusun tindakan apa yang mau dijalani
- Mengatur jangka waktunya
- Memilih siapa yang bertanggung jawab
Inti dari keseluruhan kinerja tool OKR adalah pencatatan (yang nantinya dilanjutkan dengan proses grading atau penilaian total untuk kemudian divisualisasikan ke bagan bila perlu).
Oleh karena itu, Mulyadi menjelaskan bahwa sangat penting bagi perusahaan untuk memahami fundamental OKR terlebih dahulu sebelum memulai penguasaan tool apa yang mau dipakai.
Menurutnya, salah satu pertimbangan dalam memakai tool adalah biaya yang dikeluarkan untuk lisensi pemakaiannya (meskipun OKR sendiri sebetulnya bisa diterapkan dengan biaya minimalis). Biaya ini biasanya tidak murah, meskipun sebetulnya juga bisa diakali dengan menggunakan tool lainnya yang sifatnya gratis (namun kurang efisien).
Tool berbayar biasanya mempunyai kelebihan otomatisasi atau visualisasi yang tidak dimiliki oleh tool yang bersifat gratis.
Kalau kamu terburu-buru memakai tool lalu di tengah jalan tools ini kurang memadai dan salah satu anggota tim tidak menyukainya, ini bisa menjadi masalah karena mereka akan menyalahkan tool tersebut padahal konsep building OKR-nya sendiri yang keliru.
Lalu apa solusi yang bisa digunakan?
Jika pemahaman OKR di organisasimu belum terlalu kuat, kamu bisa menggunakan jasa coaching dari pihak eksternal atau secara independen. Ini agar esensi dan mekanisme konsep OKR bisa terbangun dengan baik. Hal tersebut penting karena bisa dijadikan investasi kecil sebelum melangkah ke upaya yang lebih besar seperti membeli lisensi tool OKR berkualitas yang jelas tidak murah.
Anggap OKR sebagai kiat menanamkan transparansi ke kultur kerja kamu
Felipe Castro melalui tulisannya Beginner’s Guide to OKR menuliskan bahwa, salah satu manfaat yang bisa dirasakan perusahaan setelah mengadopsi OKR adalah aktivitas komunikasi yang lebih kohesif dalam pekerjaan.
Komunikasi merupakan bagian yang paling utama dalam sistematika penyusunan OKR. Secara tidak langsung, upaya ini juga menanamkan kultur kerja yang transparan dan lebih kolaboratif bersama dengan unit organisasi lain dalam perusahaan.
Maksud keterbukaan atau transparansi ini adalah proses komunikasi yang lebih jelas dalam mewujudkan Objective atau gol perusahaan.
Hal ini bisa tercipta lewat kegiatan pemaparan progress update yang berkala (yang sering disebut OKR cadence), serta akses kepada penilaian OKR yang terbuka untuk semua individu, sehingga setiap orang dan tim punya gol yang sama serta bisa tahu fokus antara satu dengan lainnya.
Kalau diawali dengan optimisme yang cukup dan keterbukaan untuk pembelajaran bersama-sama, kesempatan untuk berhasilnya OKR ini semakin tinggi.
Yang dimaksud Mulyadi seperti yang sudah dirasakan oleh perusahaan ternama lainnya seperti Google dan Gojek.
Faktor transparansi ini memungkinkan tim untuk memahami tujuan dan prioritas organisasi serta bagaimana setiap individu dapat berkontribusi meraih gol yang ingin dicapai perusahaan. Namun perlu diingat, kultur transparansi yang ditekankan di sini hanya mencakup proses kolaborasi OKR saja, bukan mengarah kepada keterbukaan informasi lain yang sifatnya sensitif dari dalam perusahaan.
“Penerapan OKR bisa menjadi langkah untuk memulai kultur bekerja yang lebih nyaman (dan transparan). Namun seberapa transparan kultur yang ingin dipenuhi tadi dikembalikan lagi kepada kebutuhan perusahaan,” jelas Mulyadi.
(Diedit oleh Ancha Hardiansya; sumber ilustrasi: Simplilearn, Undraw)
This post Panduan Singkat Jika Hendak Menerapkan OKR di Perusahaan Startup appeared first on Tech in Asia.
The post Panduan Singkat Jika Hendak Menerapkan OKR di Perusahaan Startup appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: TechinAsia